21 Feb 2011

ORANG MISKIN DILARANG SAKIT ?

Kemana orang tak mampu harus pergi berobat ?

Pagi itu, kurang lebih jam 9.00 WIB,  bayi Noni (bukan nama sebenarnya), usia 6 bulan, dibawa ibunya ke Poliklinik Bedah Saraf sebuah RS  di Jakarta. Dokter yang memeriksanya menemukan pasien ini menderita Hydrosefalus, penumpukan cairan di dalam rongga otak. Tak salah lagi, operasi merupakan satu-satunya cara yang mungkin untuk memperbaiki fungsi otaknya. Dokter pun menjelaskan manfat operasi kepada ibunya disertai kemungkinan-kemungkinannya. Si ibu berujar, “Baik, dok, saya akan rundingkan dulu dengan keluarga”. Pasien pun pulang....Dan tak pernah kembali lagi  kesana !!!

Bapak pasien itu seorang  tukang ojek di daerah Klender. Penghasilannya berkisar  Rp 15.000 – 30.000 per hari. Itu kalau dia sehat. Kalau dia sakit, ya penghasilannya Nol Rupiah !. Tak ada asuransi, tak ada jaminan. Dia pun tak punya Kartu Jamkesmas Gakin (Keluarga Miskin), karena tidak masuk kriteria “orang miskin” dari BPS (Kok bisa???). Jika sakit, ya PASRAH....

Untung lah sebuah LSM menemukan keluarga ini, dan membawasi bayi ke klinik tempat saya praktek. LSM ini memang sudah biasa bekerjasama dengan saya mengobati pasien-pasien yang memerlukan operasi bedah saraf. Dengan dukungan dana dari LSM tersebut, saya pun menngobati pasien ini. Kini ia sudah berumur 2 tahun, dan tampak cukup sehat ketika terakhir kontrol ke klinik.

       Happy ending???

Sebetulnya tidak juga. Karena bisa jadi si ibu, si bapak, atau si anak suatu kali sakit lagi, dan LSM ini pun dananya terbatas, jadi tidak mungkin menanggung seluruh perjalanan hidup keluarga itu jika sakit.

Otoritas kesehatan berkali-kali menegaskan bahwa biaya pengobatan ntuk warga miskin ditanggung oleh Pemerintah. Tapi dengan kriteria Gakin yang ada, tetap warga yang “agak miskin” atau tidak punya kartu Gakin,  tidak terdukung. Jika pun ada SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dari Kelurahan atau Kecamatan, paling hanya dibebaskan 50 %. Ada sih memang, Pemda yang “royal” dengan memberikan sisa pembayaran yang 50 % sisanya. Tapi jumlahnya sedikit, dan juga terbatas.

Jamkesmas Gakin  (yang nantinya akan masuk di SJSN/Sistem jaminan Sosial Nasional yang UU nya sudah diterbitkan, dan katanya menjamin 100 % rakyat akan didukung...) memang cukup membantu, tp tetap saja ada keterbatasan. Belum lagi RS yang kadang kesulitan keuangan karena dana jaminan mengalir tidak lancar. Secara sistem mungkin baik, tapi pelaksanaan di  lapangan tidak lah seperti manisnya madu. Kadang pahit dan getir. Lagi-lagi, orang miskin harus sabar untuk menunggu, sampai lewatnya kedermawanan sosial yang menyapa mereka. Tapi kapan ? Padahal mereka warga bangsa juga.

“Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Itu amanah dan juga janji.....
Semoga......

(Wawan)